Kriteria Memilih Pemimpin Dalam Agama Islam


Bila mencermati dua hadist Nabi Muhammad SAW ini sangat jelas bahwa dalam ajaran Agama Islam tidak boleh memilih pemimpin yang minta dipilih atau pemimpin yang mencalokan diri menjadi calon pemimpin. Dalam ajaran Islam tidak dibenarkan memilih pemimpin yang mencalonkan diri, pemimpin tidak boleh meminta untuk dipilih menjadi pemimpin akan tetapi pemimpin itu harus diberi, diamanahkan ummat atau rakyat untuk dipilih menjadi pemimpin. Hadis yang diriwayatkan dari Abu Musa al-Asy'ari r.a, Ia berkata, "Aku dan dua orang dari kaumku datang menghadap Nabi Muhammad SAW. Salah seorang mereka berkata, "Ya Rasulullah SAW angkatlah kami sebagai pejabatmu." Satu orang lagi juga mengatakan perkataan yang sama. Lalu Rasulullah SAW bersabda, "Kami tidak akan memberikan jabatan pemerintahan ini kepada orang yang meminta dan berambisi untuk mendapatkannya," (HR Bukhari dan Muslim)

Selanjutnya, diriwayatkan dari Abdurrahman bin Samurah r.a, Ia berkata, "Rasulullah SAW bersabda kepadaku, "Wahai Abdurrahman, janganlah engkau meminta jabatan pemerintahan, sebab apabila engkau diberi jabatan itu karena engkau memintanya maka jabatan tersebut sepenuhnya dibebankan kepadamu. Namun, apabila jabatan tersebut diberikan bukan karena permintaanmu maka engkau akan dibantu dalam melaksanakannya," (HR Bukhari dan Muslim).
Dari hadist Nabi Muhammad SAW itu terlihat adanya larangan ummat Islam untuk memilih pemimpin yang mencalonkan diri, pemimpin yang minta dipilih, pemimpin yang memohon dukungan, menghiba-hiba minta dipilih menjadi calon pemimpin.

BERAT MENJADI PEMIMPIN

Menjadi pertanyaan begitu tegas Nabi Muhammad SAW melarang ummatnya untuk jangan memilih pemimpin yang minta dipilih menjadi pemimpin. Hal ini sangat beralasan dan sangat tepat karena sangat berat menjadi seorang pemimpin.

Beratnya menjadi pemimpin terlihat dalam hadist Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan Auf bin Malik, Rasullullah bersabda, "Jika kalian mau, aku beri tahu kepada kalian tentang jabatan, apa hakikat jabatan itu? Awalnya adalah celaan, yang kedua adalah penyesalan dan yang ketika adalah adzab di hari kiamat, kecuali orang yang berlaku adil. Bagaimana mungkin ia dapat berlaku adil terhadap keluarga-keluarganya?" (HR al-Bazzar).
Kemudian Nabi Muhammad SAW bersabda, "Sesungguhnya kalian nanti akan sangat berambisi terhadap kepemimpinan, padahal kelak di hari kiamat ia akan menjadi penyesalan." (HR Bukhari). Hadist berikutnya Nabi Muhammad SAW bersabda, "Kami tidak menyerahkan kepemimpinan ini kepada orang yang memintanya dan tidak pula kepada orang yang berambisi untuk mendapatkannya." (HR. Bukhari dan Muslim)

Sebenarnya di dunia ini sudah ditunjukkan Allah SWT para pemimpin yang pada dasarnya menyesal menjadi pemimpin. Hal ini terlihat para pemimpin yang habis atau sedang menjabat harus berurusan dengan hukum dan masuk penjara. Namun, hadist Nabi Muhammad SAW itu juga mengatakan kebahagiaan para pemimpin yang dapat berlaku adil. Faktanya, banyak pemimpin hari ini yang belum mampu menjalankan amanah yang dimintanya sendiri.

Rasulullah SAW bersabda, "Apabila suatu urusan dipercayakan kepada seseorang yang bukan ahlinya, maka tunggulah waktu kehancurannya." (HR. Bukhari). Satu tanda menjadi pemimpin itu tidak mudah, sangat sulit dan Nabi Muhammad SAW sebagai tauladan seorang pemimpin memberikan pedoman untuk pemimpin yang baik.

Syarat menjadi pemimpin itu pertama harus Shiddiq (berkata jujur), kedua harus Fathonah (cerdas), ketiga harus Tabligh (mampu berkomunikasi) dan keempat harus Amanah (bisa dipercaya). Empat syarat ini tidak mudah dan harus ada dalam setiap diri pemimpin. Keempat syarat ini harus ummat atau rakyat yang menilainya, apakah ada pada diri seseorang, apa bila ada maka ummat atau rakyat yang memilihnya menjadi pemimpin.
Jika ada pada diri seseorang yang empat syarat ini maka layaklah seseorang itu menjadi pemimpin. Tidak perlu seseorang itu minta dipilih menjadi pemimpin, cukup seseorang itu memenuhi syarat yang empat itu. Empat syarat itu harus dimiliki dan harus dinilai ummat atau rakyat bahwa seseorang itu memiliki atau tidak empat syarat tersebut. Apa bila tidak dimiliki maka ummat atau rakyat tidak akan memilihnya menjadi pemimpin.

Empat syarat ini mutlak harus dimiliki calon pemimpin maka dalam ajaran Islam melarang seseorang meminta dirinya untuk dipilih menjadi pemimpin. Tidak dibenarkan meminta-minta untuk dipilih menjadi pemimpin. Tidak boleh mencalonkan diri dan yang dibenarkan dalam ajaran Islam adalah dicalonkan atau dipilih ummat atau rakyat karena ummat atau rakyat menilai seseorang itu layak menjadi seorang pemimpin.

Pemimpin yang dimaksud Nabi Muhammad SAW itu adalah pemimpin yang terkait dengan pemimpin ranah publik yakni mulai dari kepala desa (Lurah), bupati (wali kota), gubernur, legislatif, DPD ataupun presiden. Ajaran Agama Islam sudah memberikan petunjuk yang jelas mengenai bagaimana mencari dan memilih pemimpin, baik melalui ayat ayat dalam Al Qur'an maupun hadits hadits Nabi Muhammad SAW.

Allah SWT dalam surat Ali Imran ayat 28 yang artinya, "Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa) Nya. Dan hanya kepada Allah kembali (mu)." 
Siapa yang dipilih calon pemimpin menurut Agama Islam ditegaskan Allah SWT lagi dalam Al Qur'an Surat An Nisa ayat 144 yang artinya, "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Inginkah kamu mengadakan alasan yang nyata bagi Allah (untuk menyiksamu)?"

Peringatan Allah SWT ini cukup tegas dalam Al Qur'an Surat Al Maidah ayat 51 yang artinya, "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barang siapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang lalim."

Dari hadist dan firman Allah SWT ini dalam memilih calon pemimpin menurut ajaran Agama Islam cukup jelas dan tegas, tinggal lagi bagaimana implementasinya dalam kehidupan ummat Islam sehari-hari. Hal ini penting karena pemimpin menjadi penentu dalam kehidupan ummat Islam sehari-hari dan ummat Islam harus mengetahui dengan baik dan benar tentang kepemimpinan dan tentang tata cara memilih pemimpin menurut ajaran Agama Islam.

Setiap ummat Islam harus mengetahui tata cara memilih calon pemimpin menurut ajaran Agama Islam agar diperoleh pemimpin yang benar-benar baik dan benar sehingga mampu membawa ummat ke jalan yang baik dan benar pula. Bila ini dapat terwujud maka kehidupan yang bahagia di dunia dan akhirat akan diperoleh ummat Islam.
(Penulis adalah Dosen Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) Medan, pemerhati masalah Agama Islam dan mantan Sekretaris Majelis Kebudayaan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Utara/c)
Diberdayakan oleh Blogger.